Sabtu, 04 Juni 2011

Peran Televisi dalam Proses Pendidikan dan Pencerdasan Bangsa

Media massa pada era ini bisa dikatakan sebagai salah satu pilar pendidikan bangsa setelah keluarga, sekolah, masyarakat, dan rumah ibadah. Hal ini dikarenakan media massa telah masuk ke dalam semua lini kehidupan masyarakat sehingga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pola pikir mereka. Oleh karena itu, media massa seharusnya memberikan tayangan yang mampu turut mencerdaskan kehidupan bangsa.
Salah satu media massa yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah Televisi. Sampai saat ini, mayoritas masyarakat Indonesia menggunakan televisi untuk mengakses informasi. Hal ini jelas merupakan sebuah opportunity bagi pertelevisian Indonesia untuk turut memberikan sumbangsih pendidikan yang berharga kepada publik. Sesuai dengan salah satu fungsinya yaitu fungsi edukasi, televisi memiliki peluang besar untuk mendidik masyarakat dengan memberikan informasi yang benar dan bertanggung jawab sehingga mampu menumbuhkan masyarakat yang cerdas karena televisi memiliki keterjangkauan informasi yang massive. Khususnya dengan berkembangnya perteknologian yang semakin maju, masyarakat dituntut agar mampu beradaptasi dan sadar akan keberadaan teknologi agar masyarakat tidak mengalami technological shock dan technological determinism.
Televisi sebagai salah satu media edukasi wajib memberikan pendidikan kepada masyarakat dengan tayangan yang jujur dan bermutu seperti yang telah diatur dalam UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 5c bahwa penyiaran oleh media massa di arahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pasal 36(1) bahwa isi siaran wajib mengandung informasi, pendidikan, hiburan, dan manfaat untuk pembentukan intelektualitas, watak, moral, kemajuan, kekuatan bangsa, menjaga persatuan dan kesatuan, serta mengamalkan nilai-nilai agama dan budaya Indonesia.
Oleh karena itu, beberapa hal yang bisa dilakukan oleh televisi Indonesia untuk turut serta mendidik dan mencerdaskan bangsa, khususnya dalam bidang perteknologian, adalah:
-          Memberikan pendidikan informal melalui tayangannya mengenai perkembangan teknologi dan dampaknya bagi kehidupan manusia baik sebagai individu maupun bagian dari masyarakat.
-          Memberikan kesadaran mengenai dampak negatif teknologi, bukan hanya menampakkan kebaikkan dari teknologi berdasarkan prinsip berimbang.
-          Menyuguhkan tayangan yang berisikan nilai-nilai kearifan agar masyarakat mampu menggunakan teknologi sesuai dengan kebutuhan dan fungsi yang semestinya tanpa menerjang tata nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.
-          Memberikan porsi yang lebih besar bagi program-program yang memuat pendidikan bagi masyarakat, bukan dengan memperbanyak tayangan yang membunuh akal sehat publik meskipun televisi selalu dikejar tuntutan keuntungan.
-          Bekerja sama dengan pihak yang berwenang untuk mengisi program acara yang dimaksudkan untuk mendidik masyarakat dan membangun kesadaran publik akan teknologi.

Media Massa dan Negara Demokrasi

        Media massa memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial masyarakat, termasuk dalam kehidupan bernegara. Dalam perkembangan sebuah negara, fungsi media massa sering mengalami berbagai perubahan sesuai dengan rezim yang berkuasa, misalnya saja di Indonesia. Pada masa pemerintahan Orde Baru, meskipun Indonesia sudah menganut paham demokrasi, media massa hanya merupakan kepanjangan tangan pemerintah. Ketika Orde Baru mulai kehilangan kejayaannya dan digantikan dengan masa reformasi, media massa mulai mendapatkan kembali kebebasannya untuk menjadi agen informasi publik.
Dalam sebuah negara demokrasi, media massa idealnya bisa menjadi the fourth estate seperti yang dikemukakan oleh Edmund Burke bahwa media massa (pers) adalah kekuatan keempat di samping tiga pilar penting dalam negara demokrasi yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif (Burke dalam Franklin, dkk, 2005: 273-274). Hal ini dikarenakan media massa mempunyai kekuatan mempengaruhi publik untuk mengambil sebuah keputusan publik melalui tayangan yang disajikan sebagai sebuah pembelajaran. Sebagai pilar keempat, media massa berperan sebagai watch dog (anjing penjaga) yang mengawasi jalannya proses demokratisasi. Sebagai watch dog, media berfungsi untuk mengawasi mereka yang memiliki kekuasaan baik dalam bidang politik (pemerintah), organisasi nirlaba maupun dalam sektor swasta (Kovach & Rosenstiel, 2001). Di indonesia sendiri, saat ini media massa sedang berusaha memposisikan diri sebagai pihak yang berperan dalam mengawasi jalannya pemerintahan. Bahkan pada berbagai kesempatan, media massa berusaha menggunakan fungsi investigasinya untuk menyelidiki permasalahan-permasalahan yang tidak terpecahkan sebelumnya atau hilang karena sebuah konspirasi.
Selain berperan sebagai the fourth estate dalam negara demokrasi, media massa juga berperan sebagai public sphere (ruang publik) yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyalurkan suara atau pendapatnya tanpa takut adanya restriksi dan intervensi  pihak lain. Public sphere yang ideal akan memberikan akses yang sama kepada semua warganya untuk berkomunikasi yang bebas dari campur tangan pemerintah dan bertujuan untuk membangun konsensus yang bermuara akhir untuk mempengaruhi kebijakan publik. Sebagaimana yang diungkapkan Habermas bahwa seyogyanya public sphere merupakan, “A domain of our social life where such a thing as public opinion can be formed (where) citizens… deal with matters of general interest without being subjected to coercion…(to) express and publicize their views” (Habermas 1997: 105). Sebagai contoh, walaupun media massa sebagai public sphere yang ideal belum bisa diimplementasikan secara sempurna di Indonesia, namun dengan munculnya berbagai acara yang memberikan ruang berpartisipasi melalui komunikasi interaktif antara media massa dan publik, kita patut berbangga hati karena media massa telah mampu menyediakan ruang partisipasi kepada publik dalam perjalanan demokrasi Indonesia meskipun belum bisa diakses oleh semua masyarakat.
Namun demikian, media massa tidak benar-benar bisa bersifat imparsial dalam menjalankan fungsinya di tengah negara demokrasi akibat adanya terpaan intervensi pemilik modal seperti yang dikemukakan oleh Chomsky (Chomsky dalam Cogswell 2006: 80) bahwa media adalah sistem ’pasar yang terpimpin’, disetir oleh profit dan dipandu oleh pemerintah. Hal ini menandakan bahwa media tidak lagi netral. Dalam tataran idealnya Chomsky mengungkapkan bahwa untuk membuat demokrasi menjadi demokratis, media harus memenuhi dua fungsi. Pertama, media harus melaporkan berita secara apa adanya, lengkap dan tidak memihak. Kedua, media harus berfungsi sebagai pembela masyarakat melawan penguasa yang menyalahgunakan kekuasaan.
Referensi
David Cogswell.2006.Chomsky Untuk Pemula.Yogyakarta:RESIST book.
Franklin, Bob, dkk.2005.Key Concept in Journalism Studies.New York:Sage Publication.
Habermas, Jürgen.1997.The Structural Transformation of the Public Sphere: An Inquiry into a       Category of Bourgeois Society.Cambridge Massachusetts:The MIT Press.
Kovach, Bill & Tom Rosenstiel.2001.The Element of Journalism: What Newspeople Should Know            and Public Should Expect.New York:Crown Publishers.